Mendahuluiku mengajariku melihat bumi disisi
lain.......
Tepat dua hari yang lalu aku merasa dibalikkan waktu.
Jiwaku bertransformasi menuju masa lalu. Ini bukan masa laluku. Aku menuju masa lalu yang
tak pernah kujumpai dalam lintasan waktuku. Aku berkenalan dengan beberapa
orang yang sudah cukup hangat ditelinga, perkenalan yang bisa dikatakan begitu
singkat dan diriku mulai mengenal yang namanya cinta monyet entah dari mana
asal perasaan itu mungkin inilah yang disebut “tuntutan pubertas”.
Namanya Minke. Dia adalah manusia keturunan jawa
yang semampu mungkin keluar dari kepompong kejawaannya menuju manusia yang
independen tanpa harus dependen. Aku sama sekali tak mengenalnya dan kupastikan
diapun tidak mengenalku sekalipun itu melalui angin indera keenam karena memang
kami tak akan saling mengenal. Katanya
dia dilanda cinta monyet dengan seorang noni
yang berkulit putih, halus, berwajah eropa namun bermata pribumi. Karena
cinta monyetnya beberapa monyet- monyet lain mulai mengintai hidupnya.
Monyet- monyet yang menggaggu hidupnya itu berlagak
manusia biasa namun tak beradab. Monyet yang tanpa pakaian. Namun entah
bagaimana monyet-monyet itupun berubah berpenampilan adab dalam peradaban .
Mungkin inilah yang dinamakan monyet yang merangkak akan kekuasaan namun lupa
akan pakaian mereka.
Ya kemarin ada rasa aneh mendahului nalarku mungkin
ini sedikit gila, tapi inilah yang kurasa. Terbesit dalam pikiran aku adalah
seorang perempuan yang penasaran ingin menjadi
pria. Sosok minke telah merubahku sesaat tapi dalam kurung waktu tak
lama sampai aku tersadar oleh perempuan- perempuan yang cerdik.
Dia .....
Nyai Ontosoroh, Annelies, Bunda, Sarah de la Croix
dan miriam de la croix. Mereka telah membebaskanku dari ide gila yang telah
menggaggu pikiranku. Aku berasa di ajak dalam pergulatan bangsa Pribumi dan dunia
Eropa antara kekuatan, pengetahuan dan kelemahan. Tiga kata yag berlawanan
namun tipis perbedaannya. Saat aku melihat kebencian, dendam yang masih
menabung di dalam jiwa dan akhirnya menjadi bentuk kelemahan. Inilah hidup dari
masa ke masa. namun mereka telah
berhasil memberiku pelajaran yang tak ternilai dan meruntuhkan logika
terhadap pengetahuan juga telah hilang kelemahan yang menaklukkan kekuatan.
Aku terkagum dan merasa tak berdaya saat melihat
seorang perempuan pribumi yang diserahkan oleh ayahnya kepada tuan besar yang penuh birahi hanya
dengan karena sebuah “jabatan” inilah
hidup yang bisa dikatakan demi berkuasa apapun akan dijualnya sekalipun itu
darah daging sendiri.berapa kalipun melawan kekuatan yang telah berlipat kali
lebih besar dari negeri yang telah tumbuh bersamanya.
Aku melihat seorang perempuan berparas cantik dengan
wajah Eropa bersama kelemahan yang dibius setiap kali hilang daya menghadapi
gejolak kehidupan yang tak adil dan terkadang bersikap kekanak-kanakan saat
seorang pemuda terpelajar yang dicintainya berada di sisinya sampai pemuda
tersebut meminta dirinya untuk tidak dibebaskan darinya.
Dan aku merasai dalam air mata seorang bunda yang
sangat menyayangi anak lelakinya yang tak pernah memaksakan kehendak, tak
pernah menyiksa, biar satu cubitanpun , tidak dengan kata, tidak pula dengan
jari. Dan hari itu pula bunda tersedu sedan tak berkata hanya dengan tetesan
air mata yang jatuh ke pipi anaknya saat akan dihantarkan menuju pelaminan.
Dua perempuan yang cerdas membuatku terpukau dengan
sederetan kata mereka yang begitu susah untuk kucerna dikepalaku dan tak
menjangkau pemikiranku...
Aku adalah perempuan yang terpaut dan terhipotisme
dengan perjuangan mereka merasa lemah di hadapan perempuan- perempuan dalam
hidup Minke yang menjunjung “Bumi
Manusia”. Dan Bumi Manusia telah membuat diriku sadar arti “Pribumi”
Untukmu yang membaca “ cinta tak lain dari sumber
kekuatan tanpa bandingan, bisa mengubah, menghancurkan atau meniadakan,
membangun atau menggalang”